ISIS: ANTARA PAHAM AGAMA, POLITIK DAN KEKUASAAN


ISIS PERNAH MENJADI BAGIAN DARI AL QAEDA DI IRAK

Pasukan AS beserta sekutunya, milisi Sunni, mengalahkan al Qaeda di Irak selama paska 2006. Namun mereka tidak benar-benar kalah. Komandan AS di Irak, Jenderal Ray odiemo, menggambarkan kelompok ini terlihat "menurun" di tahun 2010, namun secara fundamental mereka tetap ada. Pada tahun 2011 kelompok ini kembali bangkit. ISIS berhasil membebaskan beberapa tahanan yang ditahan oleh pemerintah Irak, dan perlahan tapi pasti mereka mulai membangun kekuatan.
Pada bulan Februari 2014 ISIS dan al Qaeda memisahkan diri. Hubungan antara al Qaeda pusat (AQC) dengan kelompok terkuat dan paling tidak patuh ini mulai memperlihatkan tanda-tanda ketegangan. Barack Mendelsohn, seorang ilmuwan politik dari Universitas Haverford, mengatakan bahwa hubungan mereka selalu lebih merupakan masalah kepentingan bersama daripada ideologi bersama. 
Menurut Mendelsohn, Suriah semakin mendorong hubungan mereka ke arah perpecahan. Menurut ISIS, semua ini dikendalikan oleh Jabhat al-Nusra, pecahan al Qaeda resmi dari Suriah yang menentang perintah pemimpin al Qaeda, Ayman al-Zawahiri, untuk mundur. Ini pertama kalinya seorang pemimpin cabang al Qaeda menunjukkan ketidakpatuhannya secara terbuka. Seorang pemimpin gerakan. ISIS juga menentang perintah berulang untuk lebih sedikit membunuh warga sipil di Suriah. Ketegangan inilah yang menyebabkan al Qaeda mengingkari hubungan  mereka dengan ISIS dalam pernyataan resminya bulan Februari.
Saat ini ISIS dan al-Qaeda saling bersaing untuk pengaruhnya atas kelompok ekstrimis Islam di seluruh dunia. Beberapa ahli percaya bahwa ISIS mungkin dapat menyalip al Qaeda sebagai kelompok paling berpengaruh di daerah ini secara global.

ISIS INGIN MENDIRIKAN KEKHALIFAHAN
Tujuan mereka sejak didirikan pada tahun 2004 begitu sangat konsisten, yaitu mendirikan negara islam sunni garis keras. Sebagaimana yang dikatakan Jenderal Ray odiemo bahwa mereka menginginkan kegagalan total pada pemerintahan di Irak, serta mendirikan kekhalifahan. Bahkan setelah ISIS berpisah dari al Qaeda, akibat kebrutalannya, tujuan ISIS tetap sama.
Saat ini ISIS telah menguasai cukup banyak wilayah di Irak dan Suriah. Wilayah kekuasaannya hampir seukuran negara Belgia. Pada satu peta ISIS pada tahun 2006 menunjukkan hal yang menarik tentang tumpang tindih kepentingan pada ladang minyak.
Peta dibawah ini menunjukkan ambisi mereka yang membentang di Timur Tengah, dan bahkan tampaknya mereka juga memiliki wilayah di Afrika Utara.
Sekarang mereka tidak memiliki kesempatan untuk mencapai rencana-rencana mereka di masa yang akan datang. ISIS bahkan saat ini tidak cukup kuat untuk menggulingkan pemerintahan Irak dan Suriah. Tapi peta diatas menunjukkan sesuatu yang sangat penting mengenai ISIS: mereka sangat ambisius, berpikir kedepan dan begitu serius tentang ekspansi ideologi Islam mereka.




ISIS DAN KONFLIK ANTARA SUNNI IRAK DAN SYIAH
Faktor paling utama yang membangkitkan ISIS baru-baru ini adalah konflik antara Syiah Irak dan Sunni Irak. Pejuang ISIS sendiri adalah Sunni, dan ketegangan antara kedua kelompok ini merupakan alat yang ampuh untuk merekut. 
Perbedaan antara dua kelompok Muslim terbesar ini berawal dari kontroversi siapa yang berhak untuk mengambil alih kekuasaan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun masalah sektarian di Irak tidak mengenai perselisihan pada abad ke-7, ini semua tentang kekuasaan politik modern dan juga keluhan-keluhan. 
Mayoritas rakyat Irak adalah Syiah, namun Sunni unjuk gigi ketika Saddam Hussein yang juga seorang Sunni berkuasa di Irak. Saddam menyebarkan anggapan palsu yang secara mengejutkan masih bertahan sampai sekarang, bahwa Sunni adalah mayoritas yang sebenarnya di Irak. Dengan demikian Sunni sampai sekarang masih merasa berhak untuk mendapatkan bagian terbesar dari kekuatan politik yang ada yang barangkali dihitung dari ukuran mereka.
Masalah sektarian menjadi hal yang paling menonjol dalam perang saudara setelah perginya tentara Amerika, dan demokrasi semu yang muncul setelahnya memberikan kekuatan bagi mayoritas Syiah dengan bantuan besar-besaran dari Washington. Saat ini kedua kelompok tersebut saling tidak percaya satu sama lain, dan sejauh ini mereka telah jatuh pada pertempuran dimana tidak ada yang menang maupun kalah, demi sebuah kontrol lembaga politik di Irak. Misalnya, Syiah yang mengontrol pasukan polisi, berlaku sewenang-wenang dalam menangkap demonstran Sunni, membuat mereka menuntut lebih banyak perwakilan di pemerintahan tahun lalu. 
Selama Syiah mengontrol pemerintahan dan pihak Sunni merasa mereka tidak cukup terwakilkan, maka ISIS menjadi wadah untuk menampung kelompok-kelompok radikal Sunni. Oleh karena itu ISIS  begitu kuat di bagian barat laut Irak.

MANTAN PERDANA MENTERI IRAK MEMBUAT MASALAH ISIS MENJADI LEBIH BURUK
Isis dapat merekut para pejuang Sunni dari ketegangan antara Sunni-Syiah bahkan jika Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki tidak menjabat sampai pertengahan Agustus. Namun kebijakannya terhadap minoritas Sunni telah membuat ISIS bertindak lebih jauh lagi. Ini masih harus dilihat apakah akan terjadi perbaikan pada Perdana Menteri yang baru, Haider al-Abadi.
Maliki, seorang muslim Syiah, membangun negara sektarian Syiah dan menolak untuk mengambil langkah-langkah untuk menampung kaum Sunni. Polisi membunuh para demonstran Sunni dan menggunakan undang-undang anti terorisme kepada warga Sunni dalam penangkapan masal. Maliki membuat aliansi politik dengan para milisi keras Syiah yang membuat marah kaum Sunni. ISIS dengan cerdik memanfaatkan kekejaman ini untuk mencari pejuang-pejuang baru.
Ketika ISIS membangun kembali diri mereka, ini membuat pengikut Sunni seperti menemukan inti dari identitas dan propaganda mereka. Penganiayaan dari pemerintah, menurut Washington Institute for Near East Studies' Michael Knights, benar-benar tepat kepada mereka. Maliki membuat semua propaganda ISIS nyata dan tepat, yang membuat hal ini menjadi jauh lebih muda bagi ISIS untuk menambah lagi persediaan para pejuangnya.
Menurut Knights, itu bukan satu-satunya cara bagi pemerintah Irak untuk membantu ISIS berkembang. Pemerintah Amerika dan Irak melepaskan begitu banyak tahanan-tahanan al Qaeda dari penjara, yang menurutnya ini disebut "pemasukan ketrampilan yang belum pernah terjadi sebelumnya, jaringan tenaga kerja teroris - sebuah pemasukan pada suatu skala yang dunia belum pernah lihat." Pasukan Amerika melancarkan serangan canggih "setiap malam setiap tahun," dan Knights percaya penarikan pasukan Amerika telah memberikan ISIS sedikit ruang untuk bernapas lagi.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Abadi akan lebih baik pada bidang ini dibandingkan Maliki. Seperti Maliki, Abadi berasal dari Fraksi Islam Syiah Dawa di Koalisi Negara Hukum. Ia mengambil alih kekuasaan setelah pemberontakan melawan anggota parlemen Maliki. Ia berjanji untuk memerintah dengan cara yang lebih terbuka. Namun tidak cukup waktu untuk memastikannya sejak ia mengambil alih jabatan.

ISIS MEMILIKI BASIS YANG SANGAT PENTING DI SURIAH
Krisis di Suriah merupakan salah satu alasan paling penting mengapa ISIS mampu tumbuh  berkuasa seperti suatu serangan yang efektif pada pemerintahan Irak. Kekacauan di Suriah memungkinkan ISIS untuk menguasai wilayah ini dengan cukup aman. Ini adalah masalah besar dalam hal persenjataan dan uang. "perang memberi mereka banyak akses kepada persenjataan berat," kata Michael Knights. ISIS juga "memiliki aliran dana yang tersedia bagi mereka karena bisnis lokal dan sektor minyak dan gas.
Ini juga sangat penting sebagai daerah aman. Ketika melawan pasukan Suriah, ISIS dapat dengan aman mundur menuju Irak, dan ketika melawan pasukan Irak mereka juga dapat mundur ke Suriah. Bukti statistik menjelaskan bahwa "area belakang" yang aman ini membantu pemberontak menang. "Salah satu tanda sukses yang dimiliki para pemberontak sampai saat ini adalah adanya area belakang," ujar Jason Lyall, seorang ilmuwan politik dari Universitas Yale yang mempelajari tentang pemberontakan.

ISIS MEMPEROLEH DANA DARI MINYAK DAN PEMERASAN
Tidak seperti beberapa kelompok Islam lainnya yang berjuang di Suriah, ISIS tidak bergantung pada bantuan asing untuk tetap bertahan. Di Suriah mereka telah membangun sesuatu layaknya negara mini: Membuat kesetaraan pajak, menjual energi listrik, mengekspor minyak untuk membiayai kegiatan militansi mereka.
Rekan saya Max Fisher memiliki rincian yang mendalam tentang bagaimana mereka berhasil melakukan hal ini, yang meliputi pemerasan uang terhadap para pekerja kemanusiaan dan menjual energi listrik kepada pemerintah Suriah yang sedang saat ini mereka perangi. Ada dua hal yamg diangkat disini. Yang pertama, seperti Max jelaskan, dasar pemasukan seperti ini telah membuat ISIS jauh lebih efektif di medan pertempuran dibandingkan kelompok militan lainnya. Yang kedua, itu menimbulkan gagasan bahwa tujuan jangka pendek ISIS adalah untuk menguasai fasilitas minyak dan energi Irak menjadi lebih meyakinkan.

KONFLIK YANG DULU ANUGERAH BAGI KURDI IRAK NAMUN SEKARANG TELAH BERUBAH
Sebagian besar kaum Kurdi adalah Sunni, namun secara etnis mereka berbeda dengan orang-orang Arab di Irak. Mereka mengendalikan bagian Irak Timur Laut dimana banyak terbentang ladang-ladang minyak, dan posisi mereka menjadi sesuatu yang sukar ditebak dalam konflik antara pemerintah Irak dan ISIS. Untuk sebagian besar pertempuran, mereka telah keluar lebih dulu. "Krisis ini adalah kelangsungan hidup bagi kaum Kurdi," kata pakar politik Irak Kirk Sowell pada bulan Juni. Tapi itu Juni. Pada bulan Agustus ISIS sukses memulai desakan pertamanya ke wilayah Kurdi, yang secara dramatis telah merubah dampak konflik tersebut untuk kaum Kurdi. Kampanye serangan udara Amerika telah membantu pasukan Kurdi memukul mundur ISIS dan melancarkan serangan balik, dan Amerika berencana memberikan dukungan yang meyakinkan di masa datang untuk melawan ISIS. Orang Irak dari suku Kurdi diatur semi otonom. Pasukan keamanan Kurdi sebagian terintegrasi dengan pemerintah, tapi ada sekitar 80.000 sampai 240.000 milisi Kurdi Peshmerga di suatu tempat yang tidak ada hubungan dengan Bagdad. Mereka dilengkapi dengan baik, terlatih, dan merupakan ancaman militer serius bagi ISIS.

ISIS BUKAN SATU-SATUNYA KELOMPOK PEMBERONTAK ANTI PEMERINTAH
Konflik ini sering digambarkan sebagai pertarungan antara pemerintah Irak dan ISIS. Itu terlalu sederhana pada dua tingkat: Pemerintah Irak mendapat bantuan dari Iran dan milisi Syiah, sedangkan ISIS bukan satu-satunya kelompok yang berperang dengan pemerintah Irak.
Kelompok perang yang paling penting di luar ISIS adalah Jaysh Rijal al-Tariqa al-Naqshbandia (JRTN). Mereka adalah nasionalis Sunni, banyak dari mereka merupakan mantan anggota loyalis partai Baath-nya Saddam Hussein. Pemimpinnya adalah Izzat Ibrahim al-Duri, mantan wakil Saddam.      
Soal pandangan Islam, JRTN tidak sama dengan militan ISIS. Mereka hanya menggunakan pola kediktatoran Sunni. Keduanya tampak lebih tertarik memerangi pemerintahan Syiah Maliki, dari pada saling berperang, tetapi ada tanda-tanda gesekan antara mereka. Pada pertengahan Juli, warga Muqdadiya menemukan 12 mayat pejuang yang tewas dalam bentrokan antara ISIS dan JRTN.
Dari keduanya, ISIS lebih kuat. "Saya dapat mengatakan bahwa ISIS bukanlah yang paling kuat di tingkat akar rumput," Kirk Sowell, analis resiko politik dan ahli politik Irak, melaporkan. "ISIS adalah yang paling terorganisir, dan pejuang mereka adalah yang paling keras dalam berperang, bertahun-tahun mereka habiskan untuk berperang di Irak dan Suriah. JRTN ini juga sangat terorganisir dengan baik, namun mereka tidak sebesar ISIS dan mereka tidak memiliki sumber daya keuangan."

TENTARA IRAK JAUH LEBIH KUAT TETAPI BERANTAKAN
ISIS tidak dapat menantang pemerintah dalam mengontrol negara, perkiraan kekuatan tempur ISIS berkisar dari 10.000 sampai 50.000  (batas tertinggi) pasukan tempur. CIA memperkirakan jumlahnya antara 20.000 sampai 31.500. Mereka terkadang dapat mengambil bantuan dari milisi ektrimis lainnya. Tentara Irak memiliki 250.000 pasukan, ditambah polisi bersenjata. Militer Irak juga memiliki tank, pesawat terbang dan helikopter. ISIS tidak bisa main-main untuk mengontrol Bagdad, apalagi Irak selatan kalau mereka tidak ingin semakin hancur.
Tetapi tentara Irak juga berantakan total, ini menjelaskan kesuksesan ISIS meskipun kalah jauh secara jumlah. Ambil contoh kemenangan ISIS di Mosul. Tiga puluh ribu tentara Irak lari dari 800 pejuang ISIS. Peluang mereka 40 : 1! namun tentara Irak berlari karena mereka tidak ingin berperang dan mati untuk pemerintahan ini. Selama berbulan-bulan sudah ada ratusan desersi per bulannya sebelum peristiwa 10 Juni. Peningkatan pada ISIS tentu saja membuatnya lebih buruk.
Di sini sektarian juga memainkan peran. Tentara Irak merupakan campuran Sunni-Syiah. " Tampaknya tentara Irak terbelah diantara kedua sektarian ini," kata Jason Lyall ahli masalah pemberontakan dari Universitas Yale. "Kesediaan tentara Sunni untuk berjuang merebut Mosul sepertinya terbatas." Hal ini cukup masuk akal dilihat dari kekalahan Mosul: beberapa muslim Sunni tidak begitu ingin berperang dengan sesama Sunni lainnya atas nama suatu pemerintahan yang menindas mereka.
Ini menjadi wajar bagi ISIS untuk memperluas daerah ekspansinya. Mosul adalah salah satu kota yang sebagian besar kaum Sunni, tapi perlawanan militer akan jauh lebih keras di daerah Syiah. ISIS harus terus berada di tanah Sunni jika tidak ingin terlalu melebihi batas.

IRAN BERJUANG DI PIHAK PEMERINTAH
Pemerintah Iran adalah Syiah dan memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Irak. Sama seperti di Suriah, Iran tidak ingin pemberontak islam Sunni menggulingkan pemerintahan Syiah yang bersahabat. Jadi di kedua negara tersebut, Iran telah berperang.
Pada bulan Juni, Iran mengirim sekitar 500 Pengawal Revolusi untuk membantu Irak melawan ISIS. Mereka bukan sembarangan tentara lama Iran. Mereka adalah pasukan Quds, garda pasukan elit operasi khusus. Pasukan Quds adalah salah satu pasukan militer yang paling efektif di Timur Tengah, berbeda jauh dengan pasukan Irak yang tidak disiplin dan terorganisir, yang melarikan diri dari pasukan ISIS yang jauh lebih kecil di kota Mosul. Seorang mantan agen CIA menyebut komandan pasukan Quds Qassem Suleimani "sebuah operasi yang paling kuat di Timur Tengah saat ini." Menurut laporan Wall Street Journal, Suleimani sedang membantu pemerintah Irak "mengelola krisis" di Bagdad.
Secara resmi pemerintah Iran membantah memiliki tentara di Irak. Tapi laporan dari AP bahwa Suleimani yang bekerja dengan para penasihat garis depan Iran, telah berhasil menjadi kepala strategi Irak dalam perang melawan ISIS, yang berarti Iran pasti memiliki pasukan yang lebih banyak dari yang mereka akui. Dan bahkan media lokal Iran pun mengakui tewasnya tentara Iran dalam pertempuran Irak.
Militer Iran, khususnya para pejuang pasukan Quds, mengakui keunggulan ISIS di medan perang. Tapi intervensi Iran juga bisa membantu ISIS dalam mencari dukungan di tengah kaum Sunni Irak. Pandangan bahwa pemerintah Irak terlalu dekat dengan Iran sudah menjadi keluhan besar diantara para kaum Sunni. Ini sebagian murni mengenai sektarian dan sebagian lagi nasionalisme. Banyak orang Irak tidak menyukai gambaran suatu kekuatan asing memanipulasi pemerintahan mereka, terutama Iran (kenangan perak Irak-Iran belum hilang). Jadi keikutsertaan Iran dalam pertempuran yang sebenarnya membahayakan keabsahan garis propaganda ISIS: ini bukanlah konflik antara pemerintah pusat Irak dan pemberontak Islam, melainkan perang antara Sunni dan Syiah.

AMERIKA DAN IRAN TELAH BERBICARA MENGENAI IRAK
Amerika dan Iran telah berselisih selama puluhan tahun di Timur Tengah atas isu-isu seperti program nuklir Iran, perang Irak kedua, Suriah dan Israel. Namun baik Amerika maupun Iran ingin pemerintah Irak memukul mundur ISIS. Dan dua musuh lama ini telah bertemu untuk membicarakan tentang apa yang dapat mereka lakukan bersama-sama.
Pembicaraan informal antara Amerika dan pemimpin Iran berlangsung pada pertengahan Juni, namun mereka tidak pernah mencapai kesepakatan. Pemimpin Iran telah mengisyaratkan keterbukaan untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat terkait isu-isu Irak, namun pemerintahan Obama belum menerima Teheran untuk pokok bahasan tersebut. Selama pembicaraan dengan wartawan sebelum pidato Obama pada tanggal 10 September, seorang pejabat senior pemerintahan secara pasti mengatakan bahwa "kita secara militer tidak bekerja sama atau berkoordinasi dengan Iran".
Dikatakan, bukan tidak mungkin Amerika Serikat secara diam-diam mengijinkan suatu intervensi militer Iran yang lebih luas pada Irak dan Suriah dalam melawan ISIS, meskipun tentara Amerika menghabiskan bertahun-tahun melawan milisi yang didukung Iran setelah invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003.
Apapun kesepakatan yang dihasilkan dari pembicaraan Amerika Serikat-Iran, itu akan menjadi sulit dan kontroversial bagi kedua negara. Banyak orang Amerika dan Iran melihatnya sebagai musuh utama di Timur Tengah. Secara politis, fraksi besar di kedua negara membenci gagasan untuk saling bekerja sama. Jadi apapun sebenarnya kebijakan koordinasi di Irak akan menjadikan suasana waspada dan tegang.

AMERIKA SERIKAT TELAH MENGELUARKAN KAMPANYE UNTUK MENGHANCURKAN ISIS
Pada tanggal 10 September, Amerika Serikat mengumumkan sebuah strategi yang meliputi banyak hal untuk menghancurkan ISIS di Irak dan Suriah. Kampanye berpusat pada sebuah serangan udara melawan ISIS di kedua negara dan ketentuan persenjataan dan pelatihan bagi sekutu setempat di darat, tentara Irak, suku Kurdi Peshmerga dan pemberontak Suriah yang moderat.
Hal ini tidak serta merta muncul begitu saja. Pada tanggal 7 Agustus, Presiden Obama mengumumkan bahwa ia telah memberi kuasa kepada militer Amerika Serikat untuk melancarkan serangan udara terhadap militan ISIS di Irak jika mereka mengancam Erbil ibu kota Kurdi atau ribuan warga sipil yang terjebak di gunung Sinjar, keduanya di bagian utara Irak.
Para militan ISIS telah terdesak ke wilayah Kurdi dan dikelilingi ribuan warga sipil, anggota dari minoritas suku dan agama yang dikenal sebagai Yazidi, di atas gunung dimana mereka kekurangan makanan dan air. Sejak pengepungan di gunung Sinjar telah pecah dan kerja sama AS-Kurdi-Irak telah mendesak ISIS kembali ke titik awal Agustus tertingginya.
Strategi baru Obama secara drastis memperluas wilayah serangan udara. Serangan udara di Irak tidak lagi sebatas melindungi warga negara Amerika atau mengakhiri krisis kemanusiaan: serangan pada seluruh wilayah Irak, dimanapun Amerika ingin menghantam ISIS. Selain itu, kampanye serangan udara diperluas ke wilayah Suriah. "Saya telah menyatakan dengan jelas bahwa kita akan memburu teroris yang mengancam negara kita, dimanapun mereka berada," kata Obama dalam pidato 10 septembernya. "Itu berarti saya tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap ISIL di Suriah serta Irak." 
Serangan udara bukanlah satu-satunya langkah besar baru dalam rencana tersebut. Obama mengirim 475 pasukan Amerika yang baru untuk melatih pasukan Irak, diluar sekitar lebih dari 1.000 tentara yang sudah diturunkan. Idealnya ini harusnya bisa mengurangi masalah-masalah kedisiplinan dan efektifitas yang ditemui tentara Irak ditempat seperti kota Mosul. Masuknya senjata-senjata baru akan sangat berguna khususnya bagi suku Peshmerga, yang sering dikalahkan oleh ISIS dengan persenjataan canggih Amerika hasil rampasan dari tentara Irak.
Upaya-upaya ini juga akan dikembangkan pada kelompok-kelompok pemberontak Suriah yang dianggap dapat diajak kerja sama oleh Amerika. Obama telah meminta kepada kongres untuk mengesahkan dan mendanai misi pelatihan dan persediaan bagi pemberontak Suriah setidaknya sebesar 500 juta dollar. Meskipun Obama telah lama ragu terhadap pemberontak Suriah, rasa khawatir akan sulitnya membantu mereka tanpa diam-diam membantu ISIS, teorinya adalah bahwa AS tidak dapat mengeluarkan ISIS dari Suriah tanpa bantuan sekutu-sekutunya ini. Karena AS tidak ingin bersekutu dengan musuh-musuh lain ISIS, seperti al Qaeda di Suriah atau diktaktor Suriah Bashar al-Assad, para pemberontak adalah satu-satunya pilihan Amerika. Ini suatu perubahan besar dari konflik dan bagi Obama.
Berbagai laporan mengatakan sudah lama pemerintah Irak diam-diam meminta bantuan militer dari Amerika dalam bentuk serangan pesawat tanpa awak terhadap ISIS. Namun karena pada awal krisis AS hanya memiliki intelijen terbatas di Irak, dan tidak ingin ikut campur dalam perang Suriah, sulit bagi Obama untuk melakukan pengeboman terhadap ISIS dengan tepat. Setelah berbulan-bulan mengumpulkan intelijen di Irak, sekarang segalanya menjadi berbeda.
Obama juga telah lama menolak terlibat di Irak dengan alasan politik, khawatir jika seandainya pemerintah Irak tidak dapat mengurangi penganiayaan mantan perdana menteri Nuri al-Maliki terhadap Syiah. "tidak adanya dukungan kaum Sunni, ISIS akan sulit di usir," kata seorang pejabat senior pemerintahan setelah Obama mengumumkan kampanye pengeboman kaum Kurdi. "sebagian dari alasan yang kami fokuskan pada pemerintahan Irak adalah jika kita mendapatkan sebuah pemerintahan yang lebih tebuka yang membuka jalan untuk dukungan yang lebih luas.
Obama yakin pemerintahan perdana menteri baru Haider al-Abadi akan lebih terbuka, meskipun ini belum terbukti. Dan untuk Suriah, pemerintah sekarang yakin memiliki intelijen yang cukup di kelompok pemberontak untuk dapat mendukung non-jihadi, kelompok yang lebih moderat dalam perjuangan mereka melawan ISIS. Dengan faktor-faktor ini, bersama dengan kekuatan ISIS yang mengkhawatirkan dan pembunuhan dua wartawan Amerika, mungkin menjelaskan mengapa Obama semakin serius sekarang.

HAL INI MENYEBABKAN BEBERAPA ORANG AMERIKA MENYALAHKAN OBAMA
Terdapat perdebatan politik yang meluas jika pemerintahan Obama layak disalahkan atas kekacauan ini. Kontroversi berpusat seputar fakta bahwa Obama gagal memperpanjang status perjanjian pasukan dengan Irak seperti masa Bush, yang menyatakan bahwa semua pasukan AS harus ditarik dari Irak pada akhir tahun 2011. Pemerintah mencoba dan gagal merundingkan ketentuan yang memperbolehkan sejumlah tentara AS tetap tinggal.
Kritikus pihak konservatif menyalahkan Obama atas krisis saat ini. Mereka mengatakan bahwa Obama tidak berusaha sangat keras untuk bernegosiasi dengan Maliki. Saran mereka jika memang ada, maka pasukan AS bisa saja menghancurkan ISIS, dan mencegah krisis ini datang lebih dulu.
"Kehadiran tentara memberikan AS pengaruh untuk membentuk hasil politik," Reihan Salam mendebat lewat salah satu kritikan kerasnya. "Pertanyaan mendasarnya apakah bagian kecil dari pasukan AS ini mampu meyakinkan kembali anggota kelompok minoritas Irak dengan melindungi mereka dari perlakuan buruk pemerintahan yang di dominasi kaum Syiah, lalu menghancurkan mereka yang mengajak melakukan kudeta.

KAUM SUNNI DAN MINORITAS DI IRAK ADALAH YANG PALING MENDERITA
Dalam hal sebuah akhir permainan, para ahli memandang ISIS gagal dalam membentuk sebuah pemerintahan pemberontakan yang efektif dan kaum Kurdi keluar sebagai pemenang (pertempuran di Kurdistan baru saja berakhir dengan baik). Sementara itu Nuri al-Maliki dapat kehilangan posisinya sebagai perdana menteri).
"Daerah-daerah yang dikuasai ISIS berada dalam keadaan tidak layak," Kirk Sowell, seorang analis resiko politik dan ahli politik Irak, mengatakan "Anbar, sebuah provinsi Sunni yang diperebutkan oleh pemberontak, benar-benar tergantung. Lebih dari 95% uang mereka berasal dari Bagdad. Ninevah, satu lagi propinsi yang diperebutkan pemberontak termasuk kota Mosul, akan mengalami kehancuran ekonomi total." Jadi Sowell menyimpulkan para suku Sunni yang tinggal di dua propinsi ini dan ditempat lain akan mengalami penderitaan lebih dari siapa pun.
Kecuali, mungkin, kelompok minoritas Irak. Pada tanggal 6 Agustus, ISIS menguasai Qaraqosh, kota Nasrani terbesar di Irak. Sejak itu kota berpenduduk 50.000 jiwa ini sangat terbatas dalam memperoleh makanan, listrik dan air. Dan beberapa orang Nasrani diberikan pilihan yaitu masuk Islam atau dibunuh.
Kelompok minoritas lainnya, etnis Yazidis, juga disiksa dengan kejam oleh rezim ISIS. Yazidis adalah kelompok minoritas etnoreligius dengan jumlah pengikut sekitar 600.000 diseluruh dunia. Sejauh ini komunitas terbesar mereka berada di bagian utara Irak, dimana baru-baru ini ISIS telah melakukan serangan besar termasuk ke kota besar Yazidi yaitu Sinjar. ISIS menaklukan Sinjar pada tanggal 3 Agustus, membawa sekitar 200.000 penduduk ke jalan dengan penuh ketakutan akan dibunuh oleh para pejuang ISIS yang membunuh massal etnis Yazidis akibat iman mereka. Dalam masa pelarian mereka dari ISIS, sekitar 10.000 sampai dengan 40.000 etnis Yazidis dari kota Sinjar dan sekitarnya telah mengungsi di gunung Sinjar, gunung yang terdekat. Mereka kesulitan untuk mendapatkan air, dan juga terjebak antara rasa haus dan ancaman senjata ISIS. 
Kaum Kurdi telah diambang kebangkrutan akibat perselisihan dengan pemerintah pusat atas ekspor minyak, namun sekarang mereka secara resmi telah menguasai Kirkuk, sebuah kota minyak utama. Mereka dengan bebas dapat mengekspor ke negara Turki dan mendapatkan banyak uang."Krisis ini suatu hal yang penting," kata Sowell, sampai akhirnya mereka dapat memukul mundur ISIS di awal Agustus.
Dan untuk kaum Syiah, mereka pun akan menderita namun tidak seperti kaum Sunni, kata Sowell. Pemimpin mereka kemungkinan juga akan berubah. "Maliki sedang berjuang keras demi terpilihnya kembali. Sulit membayangkan dia masih memiliki kredibilitas setelah masa yang penuh bencana ini," katanya. "Sulit mengetahui bagaimana Maliki dapat melewati titik ini."



ISIS MENANGKAP DAN MENGEKSEKUSI JAMES FOLEY DAN STEVEN SOTLOFF, DUA WARTAWAN AMERIKA
James Foler adalah seoang wartawan perang Amerika yang hilang di Suriah selama hampir dua tahun. Pada hari selasa tanggal 19 Agustus muncul sebuah video tentang Foley. Video yang berujung pada kematian Foley ini tampaknya dibuat oleh ISIS sebagai sebuah peringatan kepada AS untuk menghentikan serangan udaranya terhadap kelompok di Irak.
Tanggal 2 September, ISIS merilis lagi sebuah video yang mempertunjukkan eksekusi seorang wartawan Amerika kedua, Steven Sotloff.
Foley pertama kali diketahui menghilang pada bulan November 2012. Terakhir kalinya terlihat hidup pada saat di Aleppo, Suriah, saat dia sedang meliput perang sipil. Tidak jelas kemana dia menghilang ataupun siapa yang menculiknya. Pada saat konflik tersebut, ISIS belum terbentuk. Ini juga bukan pertama kalinya dia diculik, di tahun 2011 dia juga pernah diculik saat meliput perang sipil di Libia.
Sudah begitu lama keberadaan Foley belum diketahui. Pada bulan Mei 2013, keluarga serta teman-temannya telah melacak jejaknya sampai ke sebuah penjara pemerintah Suriah. Lokasi dalam video kematiannya itu tidak begitu jelas. Dengan judul "sebuah pesan untuk #Amerika (dari #islamicstate)," video tersebut menggambarkan seorang militan ISIS dengan logat inggris memaksa Foley mengutuk Amerika sebelum memenggalnya.
Kemudian ISIS menampilkan seorang pria yang mereka klaim sebagai wartawan Amerika yang hilang lainnya, Steven Sotloff. Mereka mengancam membunuhnya jika AS tidak berhenti membom ISIS di Irak. Dan pada 2 September, ISIS merilis video yang membuktikan ancamannya tidak main-main.
Sotloff seperti halnya Foley, adalah seorang koresponden berpengalaman seputar Timur Tengah, yang memiliki catatan mulai dari Bahrain, Mesir, Turki, Libia dan Suriah. Menurut Newyork Times, keluarga Sotloff sudah mencoba menutupi kehilangannya, tapi kehadiran Sotloff pada video Foley membuat mereka tidak tahan lagi. Ibu Sotloff, Shirley Sotloff, merilis sebuah video, sebuah permintaan pribadi kepada pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi untuk mengampuni nyawa putranya.
Pembunuhan terhadap Foley dan Sotloff tidak akan mengakhiri kampanye udara Amerika. Kebijakan jangka panjang Amerika tidak menyerah pada tuntutan uang tebusan, sebagian karena akan menciptakan motifasi bagi kelompok seperti ISIS untuk menculik orang-orang Amerika. Penelitian statistik terhadap terorisme internasional dan penculikan mendukung teori tersebut.
Kemudian pertanyaan besar setelah kematian mereka adalah akankah AS meningkatkan serangan udaranya atau tidak, atau langlah lain akan diambil untuk melawan ISIS. Tidak jelas apakah ISIS membunuh Foley dan Sotloff dengan maksud 1) mendapatkan apa yang diinginkan dan mengakhiri kampanye udara Amerika, atau 2) mengumpan AS kedalam suatu perbuatan yang tidak bijak. Pada tanggal 28 Agustus, presiden Obama mengatakan bahwa pemerintahannya belum menghasilkan strategi khusus untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh ISIS.                                             
  


  


  

 

0 komentar:

Random Post